السعادة
ما اختلفَ النَّاسُ في التّفسيرِ أمرِ اختلافهم في التّفسيرِ السعادة.
ذلك لأنّها منَ الأشْياءِ النصْبِيَّةِ, والأُمورِ الإضافيّةِ. فهي ليست من الخيرِ المُجمعِ عليهِ. و إنَّما هي خيرٌ بالإضافةِ إلى شخصٍ رآها كذلكَ.قد يستحسنُ زيدٌ أمرا، فيعدهُ السعادةً، ويحسبُ الواصلُ إليهِ سعيداً. ويرى عمرٌ والأمْرَ نفسهُ، فيعدُّهُ شقاءً، ويظنّ العاكف عليهِ شقيّا.
فالسعادةُ كالجمالِ- قد تبيَّنت فيها الفُهُومُ, واختلفَ فى تفسيرها االميولُ ومرجع الأمرِ إلى الى الذوقِ. وتضارُبُ المنازعِ . إنَّما هومن تبايُنِ الأذواق.
فمن الناسِ من يرى في التبسّطِ في المأكلِ والمشربِ، أو اللَّهوى، أوِ الملبسِ أو تمضية الوقتِ فى المنازهِ والملاهى. و منهم من يراها فى كسبِ المالِ و حبسهِ فى الصناضيقِ و منهم من يعدُّها فى المطالعة والمدارسة والغوص على ضرر العلوم، والبحث عن مخنوناتِ الأدابِ. ومنهم من يحسب أنّها فى التخلِّى عن هذا العالمِ الفانى، والزهدى فيما تحويهِ هذه البسيطةُ من متاعها. ومنهم من يراها فى التسلّطِ والأثرةِ و تذليلِ النّاسِ، ليكونوا عبيد أهوائه، و أرقاء شهواته، ومنهم من يراها فى غير ذلك من المنازع والمشارب.
. والسعيد من نظر بعين العقل. واختظ لنفسه خطَّةً و سطاً يسلكها. فالإعتدال فى الأمر داعية السعادة فيه. التوسّط فى المأكلِ والمشرب سببٌ لحفظ الصّحّةِ من الأمراض والأخلاط الفاسدةِ. والإعتدال فى التّنزّه واللّهو داعية سرور النفس ونشاط الجسمِ. وفى تزكهما انتقاضها وفي الزيادة منهما تعويدها الكسل والحمول والميلا إلى المفساد.
والإقتصاد في كسب المال وبذله يهدى إلى وجوه الخير فى مكسبه، وترك الشَره في جمعه من حلَه و غير حله، ويرشده إلى طرق اللإنفاق القويمة، فلا يكون بخيلا ولا مسرفا بل يعيش عيشة السعادة والرفاهة. والقصد فى العكوف على الدَرس والمطالعة يدعو الى ترويه الترويه النَفس، ويطرد عنها الملل و السآمة.
ولأخذ بحظَي الدَنيا والدين، والتمسَك بما يربَى الجسم، وينعّمه، ويهذّبُ الأَقلَ ويقوِّمهُ سبب لنيل السعادتين في الحياتينِ. وحمْلُ النّفسِ على التّرَفُّعِ عنِ الصِغارِ والتَّنَزُّهِ عن الكبْرِياَءِ، هو الإِباءُ المحمودُ. وهو شرفٌ للنفسِ عظيمٌ؛ لأَنّهُ يربأُ باِلنفسِ أنْ تستكينَ للضيمِ ويعسمهاَ أنْ تعمِدَ لاحتقار النّاسِ، أو تميلَ إلى تذليلهمْ، أو تجْنحَ للإِسْتِئثارِ بالمرافقِ والمَنافِع.
وفيما تقَدَّمَ منْ مَجموعِ هذه التَّوسُّطاتِ - وغيرها مَقيسٌ عليها- سعادة للمُتَخَلِّقِ بها. تجْعَلُ حياتَهُ في هناءَةٍ، وعَيشهُ فى رغْدٍ.
فمن أرادَ أن يكونَ سعيدا في نفسه و أهلهِ، ومالهِ وولدِهِ، وصحبه وكلِّ عملٍ من أعماله فعليهِ أن يتطلَّبَ السّعادةَ في قصْدِ السَبيلِ. وليجعل ْ دليلهُ إلى ذلكَ الدِّينَ والأقلَ والوجدانَ، فهنَّ خيرُ دليلٍ.
إنَّ الطَّريقَ السعادةِ، أيّها النّاشِئُ الكريمُ، أمامكَ، فاطلوبُها فى العلمِ والعملِ الصَّالِحِ والأَخلاقِ الفاضِلة، وكنْ فى كلِّ أمْرِكَ و سطاً، تكن سعيداً.
Kebahagiaan
Tidak pernah berpendapat orang-orang ahli fikir tentang tafsir atau interpretasi suatu persoalan, sebagaimana mereka berbeda pendapat tentang tafsir kata bahagia.
Hal yang demikian itu dikarenakan bahagia itu termasuk suatu yang relatif dan pelengkap. Bahagia itu bukan merupakan sesuatu yang baik menurut seseorang yang memandangnya baik.
Mungkin si zaid menilai baik pada suatu perkara. Dan dia menganggapnya-menurut perasaannya- sebagai hal yang membahagiakan, serta menganggap orang yang menerima sesuatu tersebut sebagai orang yang bahagia. Tetapi amar melihat sesuatu itu dan menganggapnya sebagai bencana, serta menganggap orang yang menerima sesuatu tersebut sebagai orang yang celaka.
Kebahagiaan itu sama halnya dengan kecantikan. Banyak pendapat dan pemahaman tentang itu dan interpretasinya berbeda, karena kecondongan seseorang memang berbeda-beda. Kepastian pemikiran itu kembali pada perasaan dan kecenderungan masing-masing individu. Aneka ragam perbedaan dalam menilai kebahagiaan itu, semata-mata timbul dari mereka, ragam perasaan dan kecenderungan.
Sebagian orang ada yang berpendapat, bahwa kebahagiaan itu terletak pada kebebasan makan, minum, kesenangan, pakaian, menghabiskan waktu untuk rekreasi dan bersenang-senang. Ada lagi yang beranggapan bahwa kebahagiaan itu terletak pada membaca buku-buku, mendalami ilmu-ilmu yang penting-penting dan membicarakan atau mendiskusikan tentang makna-makna yang terkandung dalam beberapa karya sastra. Ada lagi pendapat yang mengatakan, kebahagiaan itu ada pada perbuatan menyendiri di tempat yang sepi, jauh dari keramaian, menjauhi hidup mewah dan serba ada. Diantara orang-orang yang tersebut di atas, ada orang yang menyangka, bahwa kebahagiaan itu ada pada kekuasaan karena dapat memilih secara bebas siapa yang berhak menjadi pejabat dan siapa yang perlu dilengserkan atau dipecat dari jabatannya. Agar mereka loyal kepadanya, dan menuruti kemauannya.
Orang yang menilai kebahagiaan, adalah orang yang melihat sesuatu dengan akal pikiran, kemudian dia menetapkan garis tengah yang harus dilaluinya dalam mencapai berbagai persoalan. Jalan tengah inilah yang disebut I’tidal, yakni berlaku sedang, sedangkan I’tidal (jalan tengah) daalam segala sesuatu itu adalah yang menyebabkan tercapai suatu kebahagiaan.
Berlaku sedang dalam hal makan dan minum, merupakan kunci utama kesehatan jasmani dari berbagai penyakit dan gangguan-gangguan.
Berlaku sedang dalam rekreasi dan mencari hiburan, menyebabkan tumbuh kebahagiaan dan pulih semangat dalam jiwa serta dapat menghilangkan kepenatan badan. Jika tidak pernah rekreasi dan mencari hiburan, maka jiwa menjadi tidak bersemangat. Sebaliknya, jika berlebihan (terlalu sering) rekreasi dan mencari hiburan, akan menimbulkan kemalasan, kelelahan dan cenderung melakukan hal0hal yang dapat merusak moral.
Berlaku sedang dan sederhana dalam mencari uang dan membelanjakannya, dapat menunjukkannya kea rah yang baik dalam cara kerja, dan mendorong meninggalkan kerakusan dalam mengumpulkan harta halal dan tidak halal. Sedangkan dalam kesederhanaan bekerja dapat ditunjukkan pada cara-cara menginfakkan harta, sesuai dengan hokum agama, sehingga orang yang bersangkutan tidak menjadi orang yang kikir dan tidak pemboross. Tetapi dia bisa hidup dengan penuh kebahagiaan dan bercukupan.
Berlaku sedang dalam belajar dan pengkajian tentang ilmu pengetahuan, dapat menyebabkan hati terasa senang dan dapat mengusir kejenuhan dan kebosanan.
Mencari kebutuhan hidup di dunia dan mencari ilmu serta amal untuk kepentingan agama (akhirat) disertai dengan memperhatikan hal-hal yang menyehatkan badan dan menjernihkan akal pikiran itu, merupakan jalan untuk mencapai kebahagiaan di duniia dan akhirat.
Adaapun menekan hati agar jauh dari sikap-sikap tidak terpuji dan bersih dari sifat-sifat kesombongan merupakan ketinggian harga diri yang terpuji yang memnyebabkan jiwa menjadi mulia dan agung. Sebab, dia tidak mau menjadi hina, dan menjaga dirinya jangan sampai menjadi sasaran penghinaan, menghina orang lain atau mementingkan diri sendiri dan monopoli hak orang lain.
Semua yang diterangkan diatas, berupa keterangan-keteranagan yang berkaitan dengan sikap sedang dalam berbagai persoalan itu. Dapat menimbulkan kebahagiaan bagi orang yang memiliki sikap sedang atau berlaku sederhana, yang kebahagiaan itu membuat hidupnya tenteram dan kehidupannya senang.
Barang siapa yang ingin merasakan kebahagiaan dalam diri, keluarga, harta kekayaan, anak keturunan, teman-teman dan semua usahanya, maka harus menempuhya melalui jalan tengah-tengah atau sedang ini, harus berpatokan dengan ajaran agama, akal, pikiran dan perasaan. Tiga hal itulah patokan terbaik dalam mengambil sikap tengah-tengah.
Wahai generasi muda yang mulia, sesungguhnya jalan menuju kebahagiaan itu terbentang dihadapanmu. Carilah kebahagiaan dalam ilmu dan amal sholih serta akhlak yang terpuji. Jadilah engkau orang yang selalu mengambil sikap tengah-tengah atau sedang dalam segala persoalan, pasti engkau akan menjadi orang yang bahagia.
Komentar
Posting Komentar