A.
Pengertian Semiotik
Secara
definitif menurut Paul Cobley dan Litza Janz semiotik berasal dari kata seme,
bahasa Yunani yang berarti penafsir tanda. Dalam pengertian yang lebih
luassebagai teori, semiotik berarti studi sistematis mengenai produksi dan
interpretasi tanda, bagaimana cara kerjanya dan apa manfaatnya terhadap
kehidupan manusia.[1]
Literatur lain menjelaskan bahwa semiotik berasal dari kata semeion,yang
berarti tanda.Dan secara istilah semiotik adalah ilmu sastra yang
sungguh-sungguh mencoba menemukan konvensi-konvensi yang memungkinkan adanya
makna.[2]
Menurut Eco,
semiotika berhubungan dengan tanda, sebuah tanda adalah segala sesuatu yang
secara signifikan dapat menggantikan sesuatu yang lain, sesuatu yang lain tidak
harus eksis atau hadir secara aktual. Jadi semiotik adalah ilmu yang
mempelajari segala sesuatu yang dapat digunakan untuk berbohong.[3]
Peletak dasar
teori semiotikada dua tokoh, yaitu Ferdinand De Saussure (1857-1913) dan
Charles Sander Peirce (1834-1914). Saussure yang dikenal sebagai bapak ilmu
bahasa modern, menggunakanistilah semiologi, sedangkan Peirce adalah seorang
ahli filsafat memakai istilah semiotik. Kedua tokoh tersebut berasal dari dua
benua yang berbeda yaitu Eropa dan Amerika,dan tidak saling mengenal tetapi
mereka sama-sama mengemukakan sebuah teori yang secara prinsipial tidak
berbeda.
Berikutnya
teori semiotik dari Ferdinand de Saussure. Teori Saussure sebenarnya berkaitan
dengan pengembangan teori linguistik secara umum, maka istilah-istilah yang
dipakai untuk bidang kajian semiotik meminjam dari istilah dan model
linguistik. Dalam teori Saussure memiliki dua unsur yang tidak terpisahkan : signifier
dan signified, signifint dan signifie, atau penanda dan
petanda.
Dalam teori
Saussure tanda mempunyai tiga wajah : tanda itu sendiri (sign), aspek material
(signifier), dan aspek mental atau konseptual yang ditunjuk oleh aspek material
(signified). Aspek material berupa suara, huruf, tulisan, bentuk, gambar,
gerak, dan lain-lain yang berfungsi menandakan. Sedangkan aspek konseptual
adalah sesuatu yang terjadi di mental kita ketika mendengar atau melihat aspek
material tanda. Ketiganya bersifat konstitutif.
Kemudian teori
semiotik yang dikemukakan oleh Charles Sanders Peirce yang mengatakan bahwa
sesuatu itu dapat disebut tanda jika ia mewakili sesuatu yang lain. Sebuah
tanda haruslah mengacu pada sesuatu yang disebut dengan objek. Jadi jika sebuah
tanda mewakili acuannya atai objeknya , hal itu adalah fungsi utama dari tanda.
Peirce
membedakan hubungan antara tanda dan acuannya ke dalam tiga jenis hubungan,
yaitu icon, jika ia berupahubungan kemiripan, indeks, jika ia berupa hubungan
kedekatan eksistensi dansimbol, jika ia berupa hubungan yang sudah terbentuk
secara konvensi. Tanda yang berupa icon misalnya foto, peta geografis. Tanda
yang berupa indeks misalnya asap hitam tebal membubung menandai kebakaran,
wajah yang terlihat muram menandakan hati yang sedih. Tanda yang berupa simbol
mencakup berbagai hal yang sudah mengonvensi di masyarakat.
Selanjutnya teori
semiotik yang dikemukakan oleh Roland Barthes yang memahami suatu teks dengan
membedah teks, baris demi baris melalui lima sistem kode. Kelima kode itu
adalah :
a.
Kode tindakan, merupakan perlengkapan utama teks. Setiap tindakan
dalam cerita dapat disusun atau dikodefikasikan.
b.
Kode teka-teki, berkisar pada tujuan untuk mendapatkan kebenaran
atas teka-teki yang mungkin muncul di dalam teks.
c.
Kode budaya, berkaitan dengan berbagai sistem pengetahuan atau
sistem nilai yang tersirat didalam teks.
d.
Kode konotatif, berkenaan dengan tema-tema yang dapat disusun lewat
proses pembacaan teks.
e.
Kode simbolik, berkaitan dengan tema dalam arti sebenarnya sehingga
erat hubungannya dengan kode konotatif, yaitu tema dalam keseluruhan teks
cerita.
B. Kegunaan Semiotik Dalam Kajian Tekstual
Teori semiotik
merupakan salah satu pendekatan yang baik untuk digunakan dalam menganalisis
dan mengkaji teks-teks, terutama teks-teks sastra yang memiliki bahasa yang
tidak biasa, maksudnya tidak biasa ialah menggunakan bahasa yang mengandung
makna tersembunyi dan pengekspresiannya tidak secara langsung. Tentu saja dalam
teks-teks sastra seperti puisi atau prosa contohnya, pastilah terdapat penggunaan
bahasa yang bermajas yang dengan itu menjadikan teori semiotik menjadi pantas
sebagai pisau analisis.
Pengkajian
sastra menggunakan teorisemiotik merupakan analisis karya sastra yang
menjadikan karya sastra itu sebagai objek tanda-tanda yang memungkinkan karya
sastra tersebut memiliki arti tertentu. Pokok pemikiran dari semiotik adalah
tanda. Semiotik dalam kajian tekstual diguakan untuk menganalisissesuatu yang ada
dalam teks atau tulisan yang masih terikat dengan teks.Teori semiotik lebih mudah
digunakan untuk menganalisis karya sastra dalam bentuk puisi. Dan analisis
menggunakan teori semiotik tidak bisa dijauhkan dengan teori struktural, karena
pada setiap sisi struktur dari suatu karya sastra akan memiliki tanda-tanda
tertentu di dalamnya.
C.
Membaca Teks Fiksi
1.
Tentang Membaca
Dengan membaca
kita dapat memperoleh tambahan pengetahuan, pemahaman, pengalaman dan lain lain
yang sejenis, perlu diketahui sekarang ini banyak pengetahuan, teknologi dan
informasi yang banyak disampaikan lewat media tulisan bahkan sesuatu yang
terkategori sebagai hiburan pun banyak yang diekspresikan leawat tulisan. Maka dari
itu membaca sangat penting dan harus dilakukan. Jika sekedar belajar bersama
guru disekolah atau kampus, pengetahuan yang diperoleh kurang berkembang luas
karena kita memperoleh pengetahuan lewat diajari. Tetapi ketika membaca, secara
otomatis otak dan pikiran pasti aktif dan bergerak bebas untuk memahami isi
bacaan tersebut. Membaca bisa berupa buku non fiksi atau fiksi dantentunya
bacalah buku yang bermanfaat. Kemudian untuk memperoleh pemahaman secara
maksimal diperlukan seni membaca dan kiat membaca. Seni membaca dapat dipahami
sebagai proses sebuah pikiran meningkatkan diri dengan menggarap sebuah buku
atas kekuatannya sendiri[4].
Membaca itu
sendiri tidak sama levelnya, Adler&Doren mengemukakan ada empat level
membaca[5]. Pertama,membaca
dasar yaitu membaca permulaan yang biasanya dilakukan oleh pembelajar tingkat
awal. Kedua, membaca inspeksional (skiming) yaitu membaca yang
bertujuan untuk menemukan sesuatu yang terbaik dari sebuah buku dengan waktu
yang singkat terbatas. Ketiga, membaca analitis yaitu membaca
menyeluruh, membaca lengkap seluruh teks bacaan, membaca dengan baik dengan
waktu tanpa batas. Keempat, membaca sintopikal yaitu membaca sejumlah
buku untuk membandingkan satu dengan yang lain. Level-level membaca diatas dapat
diberlakukan baik untuk membaca bacaan non fiksi maupun fiksi.
2.
Membaca Teks Fiksi
Sesuai dengan
namanya, teks cerita fiksi menampilkan sebuah cerita, cerita yang menggambarkan
suatu kehidupan yang sengaja dikreasikan dengan mengandalkan kekuatan imajinasi.
Itulah sebabnya cerita fiksi disebut sebagai karya kreatif dan oleh
Adler&Doren disebut sebagai literatur imajinatif.
Ada perbedaan
penting antara teks nonfiksi,misalnya ekspositori dan teks fiksi. Teks
ekspositori berusaha menjelaskan pengetahuan pengalaman yang atau perlu
diketahui oleh pembaca, sedang teks cerita fiksi menyampaikan pengalaman itu
sendiri yang jika berhasil akan memberikan kenikmatan dan kepuasan kepada
pembaca. Biasanya orang lebih mudah dipuaskan daripada diajari, tetapi sulit
menjelaskan mengapa mereka puas. Tampaknya masalah keindahan lebih sulit
dianalisis daripada kebenaran pengetahuan.
Membaca teks
fiksi sebaiknya diselesaikan pada satu waktu. Untuk membaca novel yang panjang,
hal itu jelas tidak mungkin, namun bisa direduksi dan dipadatkan. Itu
dimaksudkan agar kita tidak melupakan peristiwa penting dan fungsional yang
dapat mengaburkan kesatuan alur yang membuat kurang memahami keseluruhannya. Maka
membaca cerita fiksi walaupun menyenangkan tetap saja dibutuhkan kesadaran dan
kemauan untuk melakukan aktivitas itu.
3.
Aturan Membaca Teks Fiksi
Teks fiksi
tidak sama dengan teks nonfiksi, maka membaca kedua jenis teks tersebut
memerlukan penyikapan yang tidak sama. Teks nonfiksi jelas mengandalkan
kekauatan fakta pengetahuan sedang teks fiksi, fakta imajinatif. Oleh karena
itu, Adler&Doren mengemukakan adanya beberapa aturan larangan yang perlu
dihindari ketika seseorang membaca teks fiksi.[6]
a.
Jangan berusaha menolak efek yang ditimbulkan oleh teks literatur
imajinatif dalam diri anda. Artinya kita harus menerima apa adanya efek yang
muncul dalam diri ketika atau setelah membaca teks cerita fiksi. Pada intinya
kita harus mau membuka diri kita ikut masuk kedalam cerita baiksecara emosional
maupun rasional.
b.
Jangan mencari istilah, proposisi dan argumen dalam literatur
imajinatif, karena itu merupakan perangkat logika dan dalam teks fiksi
pernyataan menjadi salah satu medium pengaburan. Apa yang dinyatakan dalam teks
itu tidak dapat ditemukan dalam masing-masing kalimat dalam pengertian terpisah.
c.
Jangan mengkritik dengan standar kebenaran dan konsistensi yang
berlaku dalam komunikasi ilmiah, karena ia merupakan karya imajinatif. Maka
tidak perlu dicari atau diverifikasi kebenarannya di dunia faktual.
Ketiga negasi
tersebut perlu diimbangi dengan proposisi konstruktif, yaitu aturan menemukan
kesatuan dan struktur, aturan identifikasi dan interpretasi mistilah, dan
aturan mengritik doktrin pengarang. Pembaca yang baik tidak mempertanyakan
dunia yang diciptakan penulis. Terhadap cerita yang dikisahkan oleh penulis, kita
tidak dapat mengatakan setuju atau tidak setuju, tetapi sebatas suka atau tidak
suka. Pembaca haruslah membaca dan mengapresiasi teks fiksi itu secara jujur.
D.
Pembacaan Heuristik Dan Hermeneutik
Dalam rangka memahami dan mengungkap sesuatu yang terdapat dalam
karya sastra, dikenal dengan istilah heuristik danhermeneutik. Biasanya kedua istilah
itu dikaitkan dengan pendekatan semiotik. Hubungan keduanya dapat dipandang
sebagai hubungan yang bersifat gradasi. Sebab kegiatan pembacaan hermeneutik
haruslah didahului oleh pembacaan heuristik.
1.
Pembacaan Heuristik
Pembacaan
heuristik merupakan pembacaan karya sastra pada sistem semiotik tingkat
pertama. Ia berupa pemahaman makna sebagaimana yang dikonvesikan oleh bahasa.
Orang sering menyebutnya sebagai makna yang ditunjuk oleh kamus. Bekal yang
dibutuhkan adalah pengetahuan tentang sistem bahasa itu, kompetensi terhadap
kode bahasa.Untuk memahami sebuah teks seseorang mesti menguasai bahasa yang
dipakai, mesti mampu memahami makna kalimat demi kalimat, alinea demi alinea
bahkan juga dialog yang banyak ditemui. Kompetensi ini merupakan syarat pertama
yang mesti dilalaui. Pembacaan level heuristik menghasilkan pemahaman makna
secara harfiah, makna langsung, makna tersurat, makna sesungguhnya dan makna
denotatif.
Langkah-langkah
penerapan Heuristik adalah dengan mengkaji makna melalui teks atau bahasa
secara harfiah dan menggabungkannya dengan kehidupan nyata.
a. Contoh
Penerapan
Contoh penerapan Heuristik sebagai berikut: “kok rasanya aku ini
masih kurang cukup nrimo. Ya inilah tekanan batin yang tak mampu aku
keluhkan pada siapapun kecuali pada diriku sendiri dan Tuhanku (ku tahu
matiku, 2004: 362). Analisis heuristic pada kalimat nrimo merupakan
kata sifat yang berasal dari bahasa Jawa, dalam bahasa Indonesia mempunyai arti
menerima keadaan apa adanya.[7]
2.
Pembacaan Hermeneutik
Pembacaan karya
sastra haruslah sampai pada penafsiran hermeneutik, yaitu berupa pembacaan dan
pemahaman pada tataran semiotik tingkat kedua. Artinya, berdasarkan makna dari
hasil pembacaan heuristik diatas dicobatafsirkan kemungkinan makna tersirat,
konotasi atau signifikansinya. Pada tataran pembacaan hermeneutik dibutuhkan
pengetahuan tentang kode sastra. Kode sastra merupakan semacam kesepakatan
bahwa ketika membaca teks-teks kesastraan terdapat makna lain, ada tafsir lain,
ada kemungkinan pemaknaan lain yang dapat di berikan. Ia memberikan kesadaran
bahwa ketika seseorang membaca dan menafsirkan sebuah teks kesastraan, ia mesti
juga berusaha memahami adanya kemungkinan-kemungkinan makna lain yang
ditambahkan selain makna yang tersurat. Hal itu disebabkan, kata Riffaterre “
teks kesastraan sering mengemukakan A dengan cara B.[8]
Kemudian pembacaan
heuristik menurut Riffaterre adalah pembacaan dalam taraf mimesis. Pembaca itu
didasarkan pada sistem dan konvensi bahasa. Mengingat bahasa memiliki arti
referensial maka untuk menangkap arti pembaca harus memiliki kompetensi linguistik.
Sedangkan pembacaan hermeneutik (retroaktif) adalah pembacaan yang didasarkan
pada konvensi sastra. Pada tahap ini pembaca dapat memaparkan makna karya
sastra berdasarkan interpretasi yang pertama. Dari hasil pembacaan yang
pertama, pembaca harus bergerak lebih lanjut untuk memparoleh keasatuan makna.[9]
Langkah-langkah
penerapan Hermeneutik adalah dengan mengkaji makna melalui pembacaan yang
berulang-ulang dengan meramalkan makna yang terkandung secara tersirat pada
karya sastra itu sendiri dengan menggunakan segenap pengetahuan yang dimiliki. Hermeneutik
juga bermain kode di dalam penerapannya. Hermeneutik memperhatikan segala
bentuk kode yang ada di dalam maupun diluar kode bahasa guna menemukan makna
yang terkadung di dalam karya sastra tersebut.
a. Contoh penerapan hermeneutik
Contoh
penerapan Hermeneutik adalah “kok rasanya aku ini masih kurang cukup nrimo.
Ya inilah tekanan batin yang tak mampu aku keluhkan pada siapapun kecuali pada
diriku sendiri dan Tuhanku (ku tahu matiku, 2004: 362). Analisis Hermeneutik
pada kata nrimo dianalisis secara Hermeneutik dengan cara
pemberian makna berdasarkan tinjauan aspek yang dikaji, yaitu kata nrimo dihubungkan
dengan sikap hidup manusia terhadap Allah dalam menerima kenyataan hidup.
Manusia yang percaya kepada Allah harus dapat menerima kenyataan hidup itu
susah atau sedih yang ditemui dalam kenyataan merupakan cobaan dari Allah.
E. Kesimpulan
Teori semiotik
adalah ilmu yang mempelajari tentang tanda. Tanda itu sendiri adalah sesuatu
yang dapat menggantikan sesuatu yang lain. Kemudian diterapkan untuk
menganalisis tanda-tanda tersebut dalam kehidupan yang memungkinkan adanya
suatu makna. Semiotik dalam kajian tekstual digunakan untuk menganalisissesuatu
yang ada dalam teks atau tulisan yang masih terikat dengan teks.
Aturan membaca
teks fiksi jangan berusaha menolak efek yang ditimbulkan oleh teks literatur
imajinatif dalam diri anda. Jangan mencari istilah, proposisi dan argumen dalam
literatur imajinatif. Jangan mengkritik dengan standar kebenaran dan
konsistensi yang berlaku dalam komunikasi ilmiah, karena ia merupakan karya
imajinatif. Pembacaan heuristik merupakan pembacaan dalam taraf mimesis, pembaca
itu didasarkan pada sistem dan konvensi bahasa. Sedangkan pembacaan hermeneutik
(retroaktif) adalah pembacaan yang didasarkan pada konvensi sastra.
[1] Nyoman Kutha Ratna, Teori , metode dan Teknik Penelitian Sastra,
(Yogyakarta:Pustaka Pelajar,2015), hlm.97.
[2]Rina Ratih, Teori
dan Aplikasi Semiotik Michael Riffaterre, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2017), hlm.1
[3]Nyoman Kutha Ratna, Teori , metode dan Teknik Penelitian Sastra,
(Yogyakarta:Pustaka Pelajar,2015), hlm.106.
[4]Burhan
Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi, (Yogyakarta : Gajah Mada
University Press,2015), hlm. 38.
[7]Agung kerenabis, “Heuristikdan Hermeneutik dalam Apresiasi Prosa”,
diakses dari http://berbagybersama.blogspot.co.id,
diakses 20 Februari 2018 pukul 23.00.
[8]Burhan
Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi, (Yogyakarta : Gajah Mada
University Press,2015), hlm. 48.
[9]Rina Ratih, Teori
dan Aplikasi Semiotik Michael Riffaterre, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2017), hlm. 6.
Komentar
Posting Komentar